Arsip

Kekeliruan Teori Bigbang

Kejadian Alam Menurut Teori Big Bang Mula-mula alam berasal dari sebuah titik yang sangat kecil sehingga volumenya dianggap nol. Titik yang bervolume nol tersebut memiliki kerapatan yang sangat tinggi. Sedemikian tinggi kerapatannya yang oleh sejumlah ilmuwan dapat digambarkan dengan memampatkan seluruh alam semesta ini hingga menjadi sebuah titik. Titik dengan kerapatan yang sangat tinggi tersebut tentu memiliki temperatur yang sangat tinggi pula. Titik inilah disebut dengan singularitas yang akan mengembang menjadi alam semesta melalui sebuah dentuman besar, maka perlahan-lahan kerapatan dan temperatur akan menurun sedangkan volume akan semakin membesar. Para ilmuwan mendapati keadaan dengan keteraturan yang sangat tinggi pada saat terjadinya dentuman juga pada saat setelahnya. Juga ditemukan nilai-nilai yang akurat yang menyebabkan alam semesta terbentuk dan mengembang seperti sekarang ini, yang mana jika salah satu faktor saja dari sekian banyak faktor-faktor pembentuk alam semesta nilainya tidak seperti apa yang telah ditemukan, maka sangat dipercaya bahwa alam semesta ini keadaannya sangat jauh melenceng dari keadaan seperti sekarang ini atau bahkan alam semesta gagal terbentuk.

Setelah melewati masa tertentu setelah dentuman besar, mulailah terbentuk materi-materi yang sederhana yaitu atom-atom Hidrogen, Helium dan atom-atom dengan elektron dan inti atom yang lebih komplek. Seiring dengan menurunnya temperatur ruang alam, maka mulai terbentuk pula kumpulan materi yang lebih besar, seperti Nebula. Berikutnya Nebula yang telah tua akan meledak dan membentuk planet-planet dan bintang-bintang. Alam semesta ini masih terus mengembang hingga suatu saat dimana pengembangan alam mencapai maksimum, kemudian alam semesta mengerut dan akhirnya akan terjadi penghancuran alam besar-besaran atau Big Crunch, terus kembali menuju ke sebuh titik singularitas. Bila kita simpulkan proses terjadinya alam semesta berdasarkan teori Big Bang maka diperoleh 7 proses sebagai berikut :

1. Singularitas atau ketiadaan

2. Big Bang

3. Ruang alam mengembang

4. Pengembangan ruang alam maksimum

5. Ruang alam mengerut

6. Big Crunch

7. Singularitas

Benarkah demikian kejadiannya? Untuk menjawabnya marilah kita uji ketujuh proses kejadian alam diatas menggunakan metode-metode yang dapat diterapkan. Dalam hal ini ada 3 metode yang dapat diterapkan, yaitu ;

1. penerapan teori fisika

2. hasil penelitian dan pengamatan ke dimensi ruang alam yang lebih halus

3. informasi dari Al-Qur’an

Dari ketujuh proses tersebut, urutan kejadian yang pertama dan yang ketujuh yaitu singularitas adalah yang paling lemah dukungan teorinya dan inilah yang menurut kami bagian yang keliru dari teori Big Bang. Kelemahan atau lebih tepatnya Kekeliruan Teori Big Bang adalah tidak ditemukannya hubungan antara alam dan Tuhan. Hubungan antara Tuhan dan ciptaan-Nya tidak ditemukan dan tidak terumuskan dalam konsep-konsep kosmologi yang berkembang saat ini, yang didalamnya terdapat Big Bang yang terkenal, dan diterima banyak kalangan. Bahkan, sebagian dari para ahli astro-fisika menyimpulkan bahwa keberadaan alam bermula dari ketiadaan. Maksudnya, sebelum dentuman besar dan sebelum singularits yang terjadi adalah ketiadaan. Bagi konsep kosmologi fisika terdapat rangkaian yang terputus mulai dari waktu Plank. Dari sudut pandang kosmologi Al-Qur’an, kesimpulan tersebut keliru. kekeliruan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan sarana yang dimiliki oleh peneliti-peneliti astro-fisika. Selain itu, ruang lingkup pengamatan mereka juga terbatas, yaitu hanya sebatas universe atau alam semesta saja. Meskipun telah banyak hal-hal yang dicapai oleh mereka, akan tetapi tentu saja masih sangat banyak lagi hal-hal yang belum terungkap, sehingga sulit memahami dan merumuskan alam semesta ini secara lebih komprehensif.

Padahal menurut kosmologi Al-Qur’an, alam semesta ini hanya salah satu dimensi ruang saja dari sekian banyak dimensi ruang alam fana. Sebenarnya alam fana terdiri dari 70 (tujuh puluh) dimensi ruang alam yang tersusun menurut kehalusan dimensi ruangnya. Susunan alam fana tersambung secara sistematik ke susunan alam baqa yang jauh lebih halus dan juga memiliki 70 (tujuh puluh) susunan dimensia ruang alam yang lebih halus lagi. Kemudian jika diteruskan ke arah yang lebih halus lagi terhubung dengan hijab-hijab Allah dan akhirnya sampai ke Eksistensi Allah. Dengan demikian, jelas sekali alam semesta ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan alam. Sementara ruang lingkup riset para ahli astro-fisika sangat terbatas, sehingga sulit atau bahkan tidak akan pernah sampai pada kesimpulan yang hakiki. Meskipun kesimpulan-kesimpulan dan teori-teori yang dikembangkan para ilmuwan tersebut masih mengandung banyak kelemahan, namun kita tetap harus menghargai usaha mereka yang dengan tekun dan terus menerus melakukan riset tentang alam semesta. Bagaimanapun juga yang mereka selidiki dan amati adalah bagian dari ayat-ayat Allah. Kitapun dapat memanfaatkan hasil-hasil riset mereka sebesar-besarnya sepanjang berguna untuk mengenali dan memahami kekuasaan dan kebesaran Allah, sebagaimana firman-Nya dalam ayat di bawah ini. ‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.

Source: http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011/11/12/kekeliruan-teori-big-bang-di-tinjau-dari-kosmologi-al-quran/

Fenomena Blackhole

”Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.” (QS Al Waaqi’ah [56]: 75-76).

Abad ke-20 banyak sekali penemuan baru tentang peristiwa alam di ruang angkasa. Salah satunya, yang belum lama ditemukan, adalah Black Hole (lubang hitam). Ini terbentuk ketika sebuah bintang yang telah menghabiskan seluruh bahan bakarnya ambruk hancur ke dalam dirinya sendiri, dan akhirnya berubah menjadi sebuah lubang hitam dengan kerapatan tak hingga dan volume nol serta medan magnet yang amat kuat.

Kita tidak mampu melihat Black Hole dengan teropong terkuat sekalipun, sebab tarikan gravitasi lubang hitam tersebut sedemikian kuatnya. Sebelumnya para astronom sudah melihat bagaimana Black Hole menyedot gas yang beterbangan di sekitarnya, lalu memanaskan gas tersebut sehingga memancarkan radiasi dalam berbagai panjang gelombang, mulai dari gelombang radio hingga gelombang cahaya tampak dan sinar-X.

Mereka juga memperkirakan bahwa sebuah bintang sekalipun bisa terkoyak karena daya tarik gravitasi sebuah Black Hole. Bukti terbaru memotret fenomena ini. Berdasarkan pengamatan dari tiga teleskop ruang angkasa sinar-X selama lebih dari satu dekade, para astronom melihat sebuah bintang yang terlempar mendekati pusat sebuah galaksi akibat kedekatan posisinya dengan bintang lain. Dalam perjalanannya menempuh jalur tersebut, ia mendekati sebuah Black Hole raksasa yang massanya setara dengan 100 juta kali massa Matahari, lalu tersedot ke dalam lubang hitam itu.

“Bintang itu sesungguhnya bisa selamat bila hanya terhisap sebagian, misalnya gasnya saja,” ujar Stefanie Komossa, astronom di Max Planck Institute for Extraterrestrial Physics, Jerman. “Namun dalam peristiwa ini ia terhisap seluruhnya.” Black Hole raksasa yang menyedotnya berada dekat pusat galaksi RX J1242-11. Jaraknya sekitar 700 juta tahun cahaya dari bumi. Sementara bintang yang dihisapnya seukuran matahari. Ia terkoyak-koyak dan terhisap selama beberapa hari.

Dalam Alquran surat Al Waaqi’ah, Allah mengarahkan perhatian pada masalah ini sebagaimana berikut, dengan bersumpah atas letak bintang-bintang:
”Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui.” (QS Al Waaqi’ah [56]: 75-76). Istilah Black Hole pertama kali digunakan tahun 1969 oleh fisikawan Amerika John Wheeler. Awalnya, kita beranggapan bahwa kita dapat melihat semua bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang di ruang angkasa yang cahayanya tidak dapat kita lihat. Sebab, cahaya bintang-bintang yang runtuh ini lenyap.

Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari sebuah lubang hitam disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi di dalam sebuah ruang yang kecil. Gravitasi raksasanya bahkan mampu menangkap partikel-partikel tercepat, seperti foton (partikel cahaya). Misalnya, tahap akhir dari sebuah bintang biasa, yang berukuran tiga kali massa Matahari, berakhir setelah nyala apinya padam dan mengalami keruntuhannya sebagai sebuah lubang hitam bergaris tengah ‘hanya’ 20 kilometer.

Black Hole yang terbentuk itu berwarna hitam, yang berarti tertutup dari pengamatan langsung. Namun demikian, keberadaan lubang hitam ini diketahui secara tidak langsung, melalui daya hisap raksasa gaya gravitasinya terhadap benda-benda langit lainnya. Selain gambaran tentang Hari Perhitungan, ayat di bawah ini mungkin juga merujuk pada penemuan ilmiah tentang Black Hole ini: ”Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan.” (QS Al Mursalaat [77]:

Selain itu, bintang-bintang bermassa besar juga menyebabkan terbentuknya lekukan-lekukan yang dapat ditemukan di ruang angkasa. Namun, Black Hole tidak hanya menimbulkan lekukan-lekukan di ruang angkasa tapi juga membuat lubang di dalamnya. Itulah mengapa bintang-bintang runtuh ini dikenal sebagai lubang hitam. Kenyataan ini mungkin dipaparkan di dalam ayat tentang bintang-bintang, dan ini adalah satu bahasan penting lain yang menunjukkan bahwa Al Qur’an adalah firman Allah: ”Demi langit dan Ath Thaariq, tahukah kamu apakah Ath Thaariq? (yaitu) bintang yang cahayanya menembus.” (QS. At Thaariq, 86: 1-3). Wallahu a’lam bishshawab.

Source: http://blog.umy.ac.id/ariandyarwin/2011/12/03/fenomena-black-hole/

Lontaran Badai Matahari

Jakarta – Badai matahari yang terjadi Senin (24/1) pukul 10.59 WIB,  merupakan tergolong cukup kuat berupa ledakan flare berskala M8-9. Flare yang cukup kuat ini yang pertama kali terjadi sejak Mei 2005.

Flare ini juga diikuti oleh CME (Coronal Mass Ejection), lontaran massa dari korona matahari, terutama proton dengan kecepatan tinggi 1400 km/detik.

“Jadi lontarannya kira-kira menjangkau jarak sepanjang Pulau Jawa hanya dalam waktu satu detik,” jelas profesor astronomi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin dalam blognya.

Mengenai dampak terjadinya di Indonesia masih dikaji dengan data yang dimiliki oleh stasiun-stasiun pengamat LAPAN. Namun demikian belum ada laporan yang terjadi akibat lontaran badai matahari tersebut.

Menurut Thomas, Flare berasal dari daerah aktif NOAA 1402 berupa bintik matahari besar di kanan atas piringan matahari dan tampak sebagai letupan terang. Adapun kelas M kelas menengah namun dampaknya cukup kuat mengarah ke bumi.

“Kelas M sebenarnya tergolong kelas menengah, tetapi karena mendekati kelas ekstrem (kelas X), maka dampaknya akan cukup kuat kalau mengarah ke bumi,” tambah Thomas.

Dijelaskan Thomas, Flare berskala M8-9  namun ada yang menyebut  M8,3 , M8,7, atau M9, tidak masalah tapi bisa dilihat dari grafik kekuatan sinar-X. Adapun pancaran sinar-X yang terekam pada satelit GOES menunjukkan peningkatan tajam sampai kelas M8-9.

CME sudah terdeteksi wahana pemantau matahari SOHO pada posisi antara bumi-matahari berjarak 1.500.000  km dari bumi atau sekitar 4 kali jarak bumi-bulan. Mengenai partikel bermuatan dari matahari itu tampak seperti hujan salju, yang berarti mengarah ke arah bumi.

Paratikel energetik itu mencapai bumi sekitar Selasa (24/1) yang berdampak menggangu operasional satelit, seperti satelit komunikasi. Kemungkinan terjadinya gangguan lainnya terhadap penggunaan telepon selular, siaran TV, komunikasi data perbankan, dan pengguna lainnya.

Dampak lainnya adalah gangguan pada ionosfer yang akan mengganggu komunikasi radio HF/gelombang pendek yang biasa digunakan oleh komunikasi jarak jauh, termasuk oleh siaran radio luar negeri seperti BBC, VOA, atau ABC.

“Navigasi berbasis satelit seperti GPS juga kemungkinan terganggu akurasinya, jadi jangan terlalu percaya pada posisi yang ditunjukkan GPS (frekuensi tunggal) kalau diduga ionosfer terganggu oleh badai matahari,” ujar Thomas. (mas/asr)

Source: http://erabaru.net/nasional/78-bencana/29239-lontaran-badai-matahari-terkuat-sejak-2005